Peran Mikroflora Saluran Cerna pada Kesehatan Anak

Mikroflora /bakteri saluran cerna bervariasi antara satu individu dengan individu yang lain. Pada beberapa individu, mikroflora selalu berubah, sedangkan pada individu lainnya berada dalam keadaan stabil. Mikroflora yang stabil dan seimbang merupakan petanda keadaan saluran cerna yang sehat. Berbagai laporan memperlihatkan bahwa saluran cerna yang sehat mempunyai dampak positif pada tumbuh kembang anak dan kesehatan anak pada umumnya.

Distribusi bakteri di dalam usus

Sebagian besar bakteri yang masuk ke dalam saluran cerna akan dirusak oleh asam lambung, sehingga di dalam lambung hanya terdapat lebih kurang 103bakteri per gram jaringannya.  Di dalam usus halus terdapat lebih kurang 105-6bakteri per-gram jaringannya. Jumlah ini lebih banyak dibanding di dalam lambung tetapi lebih sedikit dibanding di dalam usus besar. Diprakirakan di dalam usus besar terdapat 1011-14 bakteri per gram jaringannya.

Klasifikasi bakteri usus

Mikroflora di dalam saluran cerna dapat berupa (1) bakteri yang menguntungkan(misalnya Bifidobacteria, Lactobacillus, Eurobacteria), (2) bakteri yang merugikan(misalnya P. aeruginosa, Proteus, Staphylococcus, Clostridia, Veillonella.), atau (3) bakteri yang mempunyai sifat keduanya (misalnya Bacteroides, Enterococcus, E. coli, Streptococcus ).

Keberadaan bakteri tersebut di dalam saluran cerna sangat berhubungan dengan kesehatan manusia. Bakteri-bakteri tersebut selalu saling berkompetisi, sehingga komposisi mikroflora saluran cerna sangat bervariasi. Sangatlah penting mempertahankan keberadaan bakteri menguntungkan di dalam saluran cerna sehingga dapat menekan pertumbuhan bakteri merugikan.

Peran bakteri di dalam saluran cerna

Bakteri menguntungkan dapat :

  1. berkompetisi dengan bakteri merugikan dengan cara menempel pada dinding saluran cerna dan selanjutnya berkembang biak.
  2. menghasilkan asam yang menyebabkan lingkungan saluran cerna menjadi asam. Keadaan ini akan menghambat pertumbuhan bakteri merugikan,
  3. menghasilkan zat yang mempunyai efek mematikan bakteri merugikan
  4. mengaktivasi sistem kekebalan tubuh

Sebaliknya, bakteri merugikan menghasilkan toksin sehingga dapat menyebabkan keracunan. Bakteri merugikan juga tidak mampu mengubah sisa makanan yang dapat menyebabkan proses pembusukan saluran cerna.

Keseimbangan Mikroflora Saluran Cerna

Saluran cerna bayi pada saat baru lahir adalah steril. Segera setelah lahir pervaginam, bayi akan dikelilingi oleh bakteri yang berasal dari ibu dan lingkungannya. Sampai pada hari ke 3-4, kolonisasi mikroflora pada semua bayi hampir sama. Perkembangan mikrofolora baru terjadi pada minggu kedua dan ketiga kelahiran.

Bayi yang mendapat ASI didominasi oleh Bifidobacteria dan Lactobacillus, sedangkan bayi yang mendapat susu formula selain Bifidobacteria juga didominasi oleh Bacteroides. Di dalam ASI terdapat faktor bifidus yang  membantu pertumbuhan dan berkembang biaknya Bifidobacteria di dalam saluran cerna bayi.Bifidobacteria akan terus stabil sampai beberapa bulan, sehingga bayi yang mendapat ASI mempunyai daya tahan secara alamiah terhadap bakteri patogen seperti E.coli, Bacteriodes, dan Clostridium. Bifidobacteria,

Bakteri menguntungkan juga dapat memfermentasi laktosa (sumber utama karbohidrat di dalam ASI), sehingga turut berperan dalam proses pencernaan susu. Dengan kata lain, ASI menciptakan suasana optimal untuk pertumbuhan bakteri menguntungkan.

ASI mengandung banyak oligosakarida (fruktooligosakarida), yaitu suatu karbohidrat tidak dicerna yang merupakan makanan bagi bakteri menguntungkan. Kadar oligosakarida yang tinggi di dalam ASI merupakan faktor protektif di dalam ASI. Pada saat penyapihan dimana bayi mendapat jenis makanan yang sama dengan orang dewasa, berbagai bakteri mulai tumbuh di dalam saluran cernanya, sehingga proporsi Bifidobacteria di dalam saluran cerna berubah.

Kesimpulan

Sistem pencernaan berperan penting dalam mempertahankan kesehatan anak. Oleh karena itu penting bagi kita untuk selalu mejaga kesehatan saluran cerna, salah satunya caranya adalah mempertahankan keseimbangan mikrofkora saluran cerna yang didominasi oleh bakteri menguntungkan.

—————————————————————————————————————

Badriul Hegar

Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RS Dr. Cipto Mangunkusumo
Ikatan Dokter Anak Indonesia

STOP Kekerasan pada Anak

Children live in safe and supportive family and community

 

Kejadian kekerasan pada anak ternyata lebih besar dari yang kita perkirakan dan tingkat kekerasannyapun diluar dugaan kita semua, bahkan bagi praktisi kesehatan sekalipun.

Ada upaya yang harus diperhatikan oleh kita yang mempunyai perhatian terhadap kejadian kekerasan pada anak, yaitu :

  1. Bagaimana seorang anak tidak tinggal di lingkungan yang mempunyai faktor risiko. Faktor risiko tersebut, antara lain :
    1. Keluarga yang tidak harmonis
    2. Seorang wanita yang belum siap menjadi seorang ibu baik dari segi umur maupun biologis
    3. Keluarga pecandu narkoba
    4. Keluarga pemabuk minuman keras

 

  1. Bila seorang anak terpaksa harus tinggal di lingkungan yang berisiko, maka bagaimana agar faktor risiko tersebut tidak berpengaruh kepada anak.
    1. Di negara maju, anak anak tersebut diasuh oleh negara. Pada negara berkembang, sistem demikian belum dapat dilaksanakan. Pada keadaan tersebut, kepedulian lingkungan, tetangga, RT, dan RW sangat berperan.
    2. Setiap RT harus mengetahui setiap warganya yang berisiko. Melalui Tim yang dibentuk RT, keluarga tersebut dipantau. Diharapakan kecurigaan sekecil apapun dapat terdeteksi lebih dini.

 

  1. Bila terjadi kekerasan pada anak, bagaimana anak tersebut dapat tertolong segera dengan tepat agar efek negatif tidak ada/minimal. Untuk itu diperlukan:
    1. Sistem pelaporan yang jelas
    2. Kesiapan tenaga profesional
    3. Kesiapan pusat pelayanan kesehatan

 

Disamping organisasi profesi, banyak pula Lembaga Sosial Masyarakat yang bekerja untuk perlindungan anak. Agar semua pihak dapat berperan secara optimal, mereka perlu berbagi lingkup aktivitas dengan mengacu kepada masalah di atas. Dengan demikian, semua lingkup mesalah terpikirkan, terkawal, dan terpecahkan. Alangkah baiknya bila aktivitas tersebut dikoordinir oleh Pemerintah sebagai penanggung jawab kesehatan anak di Indonesia, agar hasil yang diperolehpun lebih optimal dan komprihensif.

 

Badriul Hegar

Ikatan Dokter Anak Indonesia

Miliaria, Mengenal dan Mencegahnya

Miliaria merupakan salah satu masalah kulit yang sering dijumpai pada bayi dan anak. Hal ini ditandai bintil-bintil kecil berwarna merah yang kadang-kadang berisi air, disertai atau tidak kulit yang tampak kemerahan. Pada bayi sering disertai gejala rewel bahkan mengganggu tidurnya, anak yang lebih besar akan sering menggaruk bagian-bagian yang terkena miliaria, hal ini disebabkan karena rasa gatal.

Kulit bayi masih dalam tahap perkembangan dan penyempurnaan. Misalnya saja, proses penyerapan dan pengeluaran keringat belum berjalan semestinya. Akibatnya, sering dijumpai bayi yang berkeringat berlebihan. Normalnya, butiran keringat bisa keluar melalui pori-pori kulit. Karena penyebab yang belum diketahui, kulit ari bayi yang mestinya selalu berganti, menjadi tidak berganti. Kulit ari yang tidak berganti itu menyumbat pengeluaran keringat. Kumpulan keringat ini kemudian mendesak kulit sehingga terbentuk lepuh-lepuh halus sebesar pangkal jarum pentul. Namun ada kalanya, di antara lepuh-lepuh halus itu timbul bintil-bintil merah berukuran kecil yang terasa gatal. Daerah yang rawan terhadap serangan biang keringat ini adalah dahi, leher, bahu, dada, punggung, dan lipatan-lipatan kulit.

Miliaria bisa kambuh berulang-ulang, terutama ketika suhu udara sedang panas. Bila biang keringat ini mengalami iritasi dan kontak dengan kuman di kulit, biang keringat ini akan terinfeksi. Bila tidak ditangani dengan baik, biang keringat yang terinfeksi ini dapat menjadi bisul (abses) yang berisi nanah. Bisul ini harus diobati.

Miliaria

 

Cara Menanganinya

Bila si kecil sudah mengalami biang keringat, lakukan langkah-langkah ini:

  1. Setiap kali anak berkeringat, segera ganti bajunya. Sebelumnya, siapkanlah alat-alat yang dibutuhkan, seperti waslap, baskom berisi air hangat, baju yang bersih, dan perlak.
  2. Keringkan kulit yang ada biang keringatnya dengan waslap bersih yang telah dibasahi air hangat. Bisa juga dengan mandikan Si kecil menggunakan air hangat (usahakan agar jangan terlalu panas karena akan merangsang timbulnya keringat).
  3. Biarkan tubuh Si kecil tanpa baju untuk beberapa saat sampai kulit dan lipatan-lipatan kulitnya menjadi kering dengan sendirinya. Tujuannya, mencegah agar kulit yang terkena biang keringat tidak bertambah parah karena bergesekan dengan handuk pada waktu dikeringkan.
  4. Boleh diusapkan sedikit bedak, terutama di bagian punggung dan dada anak.
  5. Kenakan baju yang kering dan bersih. Baju tersebut sebaiknya terbuat dari bahan yang mudah menyerap keringat, seperti bahan katun dan bahan kaos sehingga nyaman dan tidak membuat anak mudah merasa kepanasan.
  6. Bila peradangan yang terjadi cukup banyak, Anda bisa mengoleskan salep atau bedak khusus sesuai anjuran dokter.
Cara Mencegahnya

Pencegahan lebih baik daripada mengobati. Sebagian besar miliaria akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan. Bahkan, Anda sebenarnya juga dapat mengurangi timbulnya biang keringat pada si kecil antara lain dengan menjaga kenyamanan lingkungan sekitar si kecil, memakaikan baju yang terbuat dari jenis-jenis bahan yang mudah menyerap keringat, lembut, dan tidak ketat pada si kecil.

Beberapa kondisi menyebabkan bayi atau anak dibawa ke dokter, seperti kondisi biang keringat yang tidak membaik setelah penanganan selama lebih dari 3 hari, timbul demam atau rasa sakit/gatal yang berat, dan timbul tanda-tanda infeksi seperti terlihat nanah atau sering berulang beberapa kali dalam waktu yang pendek sehingga mengganggu aktivitas anak sehari-hari.

 

Penulis: Rini Sekartini (Ikatan Dokter Anak Indonesia)

Image courtesy of: A.D.A.M (http://www.nlm.nih.gov)

 

Dimuat di media Kompas Klasika, 11 November 2012