Tenggelam

Tenggelam adalah proses gangguan pernapasan akibat perendaman dalam cairan, sesuai hasil World Congress on Drowning 2002. Tenggelamnya Feri Sewol di Korea dan KM Bhakti 74 di Larantuka, Flores yang memakan korban banyak anak, sangatlah memperihatinkan. Apa yang sebaiknya kita sadari?

Pada tahun 2004, diperkirakan 388.000 orang meninggal akibat tenggelam, dan sejak itu tenggelam menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Perlu diingat bahwa angka ini tidak termasuk kasus tenggelam karena banjir atau bencana alam. Meskipun data statistik tenggelam di banyak negara tidak tersedia atau tidak dapat diandalkan, tetapi sebagian besar, bahkan sekitar 96%, dari semua kematian akibat tenggelam, terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah, bahkan daerah Pasifik Barat dan Asia Tenggara mencapai 60% dari kematian total. Angka kematian tenggelam secara global tertinggi di Afrika, yaitu 10-13 kali lebih tinggi daripada yang terjadi di Inggris atau Jerman.

Secara global diperkirakan 359.000 orang tenggelam di seluruh dunia setiap tahun, di antaranya lebih dari 63.000 anak balita. Tenggelam merupakan salah satu dari sepuluh penyebab utama kematian anak di setiap wilayah di dunia. Di Australia tenggelam adalah penyebab utama cedera yang tidak disengaja dan menimbulkan kematian pada anak usia 1-3 tahun. Di Bangladesh tenggelam menyumbang 43% dari semua kematian pada anak usia 1-4 tahun. Di Tiongkok tenggelam adalah penyebab utama kematian karena cidera pada anak usia 1-14 tahun. Di Amerika Serikat tenggelam adalah penyebab utama kedua kematian yang tidak disengaja terkait cedera, pada anak usia 1-14 tahun.

Tenggelam adalah salah satu dari 3 penyebab cedera yang tidak disengaja, yang menjadi penyebab kematian di seluruh dunia, dan mencapai 7% dari semua kematian global, terkait cedera. Meskipun data terbatas, beberapa penelitian mengungkapkan informasi tentang dampak biaya tenggelam. Di Amerika Serikat, 45% dari kematian karena tenggelam adalah salah satu segmen usia penduduk yang paling aktif secara ekonomi. Tenggelam di pesisir Amerika Serikat sendiri menghabiskan biaya US$273.000.000 setiap tahun, baik biaya langsung maupun tidak langsung. Di Australia dan Kanada, biaya kesehatan tahunan terkait cedera dan tenggelam adalah sebesar US$ 85 dan US$ 173 juta.

Dengan dukungan dari ‘Bloomberg Philanthropies’ melalui ‘Drowning Prevention Project’, WHO telah melakukan pengembangan sistem pelaporan. Laporan WHO tentang pencegahan tenggelam, mencakup semua negara di dunia dengan korban segala usia, dan menetapkan apa yang perlu diketahui masyarakat tentang bahaya dan pencegahan tenggelam. ‘An Advisory Committee and an Editorial Committee’ telah dibentuk untuk mempercepat penyelesaian laporan. Setelah proses konsultasi yang luas, draft pertama dari laporan ini dikembangkan pada akhir tahun 2013 dan draft kedua saat ini sedang ditulis berdasarkan ‘peer review’. Laporan tenggelam pencegahan (Global report on drowning prevention)  diharapkan akan dirilis pada akhir tahun 2014.

Strategi pencegahan tenggelam harus komprehensif dan mencakup juga metode rekayasa, yang membantu menghilangkan bahaya. Selain itu, juga dalam aspek legal untuk tindakan pencegahan, penurunan paparan dengan air, pendidikan bagi individu dan masyarakat untuk membangun kesadaran risiko, respon cepat jika terjadi tenggelam, dan penelitian terpadu untuk  intervensi pencegahan yang lebih baik. Legislasi dapat menjadi strategi pelengkap dalam pencegahan tenggelam. Penegakan hukum yang memadai dan verifikasi sistem, seringkali diperlukan untuk menekan kasus tenggelam. Bagaimana mungkin Paulus Sani Kleden (32) yang seorang pengumpan ikan, mengapa boleh mengemudi kapal saat prosesi laut Samana Santa di Flores pada hari Jumat, 18 April 2014, yang menyebabkan 10 orang meninggal? Bagaimana mungkin Kapten Lee Jun-seok (69) menyerahkan kemudi kapal di perairan berarus deras Pulai Jindo, Korea Rabu, 16 April 2014? Mengapa dia juga melarikan diri dan menyebabkan 64 orang penumpang meninggal dan 238 orang anak hilang? Proses hukum atas kedua orang tersebut, seharusnya diperluas dengan pemrosesan serupa, untuk para nakoda kapal yang tidak bersedia memberikan pertolongan, saat mereka berlayar ke Kupang di Pulau Timor, bahkan melintas cukup dekat dengan lokasi tenggelamnya kapal.

Undang-undang atau peraturan tentang pemeriksaan keamanan secara rutin pada kapal, dan undang-undang tentang larangan penggunaan alkohol saat berperahu atau berenang, dan ketersediaan perangkat keselamatan (flotation devices) yang tepat dalam kapal, juga merupakan strategi pencegahan yang efektif. Pendidikan masyarakat, termasuk kepada calon penumpang anak, tentang bahaya tenggelam, risiko yang terkait dengan tenggelam, dan pelatihan keterampilan untuk bertahan hidup, perlu juga diajarkan. Demikian pula, memastikan kehadiran tim penyelamat (lifeguards), bahkan memastikan ketrampilannya melakukan resusitasi segera, untuk memberikan pertolongan pertama pada kasus tenggelam.

Kasus tenggelamnya Feri Sewol di Korea dan KM Bhakti 74 di Larantuka, Flores yang memakan banyak korban, seharusnya merupakan momentum bagi kita semua, untuk memberikan perhatian pada usaha pencegahan tenggelam. Dengan demikian, kematian anak karena tenggelam, akan semakin dapat dikurangi.

ditulis oleh:

fx. wikan indrarto, dokter spesialis anak di RS Bethesda Yogyakarta

Catatan : dimuat di semijurnal Farmasi dan Kedokteran ‘Ethical Digest’, no 133, tahun XII, Maret 2015.