Stand IDAI DIY di acara Sinas Endokrin

Pada hari ini Jum’at 27 Mei 2016 di acara 4th Indonesian Pediatric Endocrinology, Ketua PP IDAI dan ketua IDAI cabang DIY mengunjungi stand IDAI DIY

photo_2016-05-27_15-11-08 photo_2016-05-27_15-11-13 photo_2016-05-27_15-11-17 photo_2016-05-27_15-11-23

HARI TANPA TEMBAKAU SEDUNIA 2016

Aturan tentang kemasan polos akan mengurangi daya tarik rokok. Selain itu, juga akan membatasi penggunaan kemasan rokok sebagai bentuk iklan, bahkan menekan pelabelan yang menyesatkan, dan meningkatkan efektivitas peringatan bahaya kesehatan. Apa yang sebaiknya kita lakukan?

Setiap tahun, pada tanggal 31 Mei kita memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia (WNTD atau World No Tobacco Day), untuk mengingatkan tentang risiko kesehatan karena merokok dan advokasi kebijakan yang efektif untuk mengurangi konsumsi tembakau. Untuk Hari Tanpa Tembakau Sedunia 31 Mei 2016, WHO dan Sekretariat FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) menyerukan semua negara untuk bersiap-siap memberlakukan aturan tentang bungkus rokok yang polos (standar). Bungkus rokok polos mengacu pada usaha untuk membatasi atau melarang penggunaan logo, warna, gambar atau informasi promosi, selain merek dan nama produk yang dicetak dalam warna dan bentuk huruf atau ‘font’ standar. Pada bulan Desember 2012, Australia menjadi negara pertama yang sepenuhnya melaksanakan aturan tentang bungkus rokok polos. Pada 2015, Irlandia, Inggris, Irlandia Utara dan Perancis telah mengesahkan UU untuk menerapkan bungkus rokok polos mulai Mei 2016. Sejumlah negara sudah dalam tahap lanjut dalam mempertimbangkan tentang dasar hukum kemasan rokok polos, tetapi Indonesia belum.

Epidemi tembakau adalah salah satu ancaman terbesar dalam bidang kesehatan masyarakat di dunia yang pernah dihadapi, karena telah menyebabkan kematian pada sekitar 6 juta orang per tahun. Lebih dari 5 juta kematian terjadi pada perokok dan lebih dari 600.000 pada non-perokok yang hanya terpapar asap.

Hampir 80% dari lebih dari 1 milyar perokok di seluruh dunia, tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah, di mana beban penyakit terkait tembakau dan kematian adalah yang terberat, termasuk di Indonesia. Perokok yang meninggal pada usia muda atau sebelum waktunya, telah menyebabkan keluarga mereka kehilangan pendapatan, meningkatkan biaya perawatan kesehatan dan bahkan menghambat pembangunan ekonomi. Di beberapa negara, anak dari keluarga miskin sering dipekerjakan dalam pertanian tembakau, untuk memberikan tambahan pendapatan keluarga. Anak ini sangat rentan terhadap penyakit tembakau hijau (green tobacco sickness), yang disebabkan oleh nikotin yang diserap melalui kulit, pada saat penanganan daun tembakau yang masih basah. Monitoring ketat tentang epidemi tembakau mampu menunjukkan bagaimana cara terbaik untuk kebijakan setiap negara. Namun demikian, sampai saat ini hanya 1 dari 3 negara selain Indonesia, yang didiami sepertiga dari populasi dunia, telah memonitor penggunaan tembakau dengan survei setidaknya sekali setiap 5 tahun.

Perokok pasif adalah korban asap rokok yang mengisi restoran, kantor atau ruangan tertutup lainnya, ketika seseorang merokok. Ada lebih dari 4.000 bahan kimia dalam asap tembakau, yang setidaknya 250 diketahui berbahaya dan lebih dari 50 diketahui menyebabkan kanker. Pada orang dewasa, perokok pasif menyebabkan penyakit jantung dan pernapasan yang serius, termasuk penyakit jantung koroner dan kanker paru-paru. Pada bayi, hal itu sering menyebabkan kematian mendadak dan pada wanita hamil menyebabkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Pada hal, hampir setengah dari semua anak di dunia secara teratur menghirup udara yang tercemar asap tembakau di tempat umum, termasuk di Indonesia. Asap rokok ini dapat menyebabkan lebih dari 600.000 kematian dini atau prematur per tahun. Pada tahun 2014, 28% kematian anak disebabkan oleh perokok pasif. Setiap orang seharusnya memiliki hak untuk menghirup udara segar bebas asap rokok, sehingga aturan hukum bebas asap rokok tentu saja akan mampu melindungi kesehatan bukan perokok, dan mendorong perokok untuk berhenti. Saat ini baru sekitar 1,3 miliar orang atau setara 18% populasi dunia di luar Indonesia, telah dilindungi oleh hukum bebas asap rokok nasional secara komprehensif.

Aturan tegas pembatasan iklan rokok, peningkatan iklan anti tembakau dan peringatan grafis bahaya rokok, terutama dengan gambar, telah terbukti mampu mengurangi jumlah anak yang mulai merokok dan meningkatkan jumlah perokok yang berhenti. Peringatan grafis bahaya rokok dapat membujuk perokok untuk melindungi kesehatan bukan perokok, dengan menghindari merokok di dalam rumah dan di dekat anak. Penelitian yang dilakukan setelah dilakukan peringatan bahaya rokok bergambar di Brazil, Kanada, Singapura dan Thailand, secara konsisten menunjukkan bahwa peringatan seperti itu secara signifikan meningkatkan kesadaran masyarakat, tentang bahaya rokok. Hanya 42 negara, yang didiami 19% dari populasi dunia, menjalankan dengan konsisten aturan tentang peringatan bergambar, yang meliputi peringatan dalam bahasa lokal dan menutupi rata-rata setidaknya setengah halaman depan dan belakang bungkus rokok. Sebagian besar negara tersebut bukan negara berpenghasilan rendah atau menengah, termasuk Indonesia.

Momentum Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2016 dengan tema ‘bersiaplah untuk kemasan polos’ (get ready for plain packaging), bertujuan untuk pengendalian tembakau dan mencegah dampak buruk asap rokok, termasuk pada anak. Sudahkah kita tergerak membantu, demi anak-anak di sekitar kita?

 

Sekian

Yogyakarta, 26 Mei 2016

fx. wikan indrarto

dokter spesialis anak di RS Bethesda Yogyakarta

Alumnus S3 UGM, bukan perokok

Memerah dan Menyimpan Air Susu Ibu (ASI)

IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA

REKOMENDASI

No.: 006/Rek/PP IDAI/V/2014

tentang

Memerah dan Menyimpan Air Susu Ibu (ASI)

 

A. Memerah Air Susu Ibu (ASI)

  1. Memerah ASI diperlukan untuk merangsang pengeluaran ASI pada keadaan payudara sangat bengkak, puting sangat lecet, dan pada bayi yang tidak dapat diberikan minum.
  2. ASI diperah bila ibu tidak bersama bayi saat waktu minum bayi.
  3. Untuk meningkatkan produksi ASI, payudara dikompres dengan air hangat dan dipijat dengan lembut sebelum memerah ASI.
  4. Memerah yang dilakukan secara rutin dapat meningkatkan produksi ASI
  5. Bila ASI akan diperah secara rutin, dianjurkan menggunakan kantong plastik yang didisain untuk menyimpan ASI, yang pada ujungnya terdapat perekat untuk menutupnya. Kumpulan kantong plastik kecil tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik besar agar terlindung dan terhindar dari robek/ lubang. Pada setiap kantong plastik harus diberi label tanggal dan waktu memerah.

 

B. Cara memerah ASI dengan tangan

  1. Gunakan wadah yang terbuat dari plastik atau bahan metal untuk menampung ASI.
  2. Cuci tangan terlebih dahulu dan duduk dengan sedikit mencondongkan badan ke depan.
  3. Payudara dipijat dengan lembut dari dasar payudara ke arah puting susu.
  4. Rangsang puting susu dengan ibu jari dan jari telunjuk anda.
  5. Letakkan ibu jari di bagian atas sebelah luar areola (pada jam 12) dan jari telunjuk serta jari tengah di bagian bawah areola (pada jam 6).
  6. Tekan jari-jari ke arah dada, kemudian pencet dan tekan payudara di antara jari-jari, lalu lepaskan, dorong ke arah puting seperti mengikuti gerakan mengisap bayi. Ulangi hal ini berulang-ulang.
  7. Hindari menarik atau memeras terlalu keras. Bersabarlah, mungkin pada awalnya akan memakan waktu yang agak lama.
  8. Ketika ASI mengalir lambat, gerakkan jari di sekitar areola dan berpindah-pindah tempat, kemudian mulai memerah lagi.
  9. Ulangi prosedur ini sampai payudara menjadi lembek dan kosong.
  10. Menggunakan kompres hangat atau mandi dengan air hangat sebelum memerah ASI akan membantu pengeluaran ASI.

C. Menyimpan ASI

  1. ASI perah disimpan dalam lemari pendingin atau menggunakan portable cooler bag
  2. Untuk tempat penyimpanan ASI, berikan sedikit ruangan pada bagian atas wadah penyimpanan karena seperti kebanyakan cairan lain, ASI akan mengembang bila dibekukan.
  3. ASI perah segar dapat disimpan dalam tempat/wadah tertutup selama 6-8 jam pada suhu ruangan (26ºC atau kurang). Jika lemari pendingin (4ºC atau kurang) tersedia, ASI dapat disimpan di bagian yang paling dingin selama 3-5 hari, di freezer satu pintu selama 2 minggu, di freezer dua pintu selama 3 bulan dan di dalam deep freezer (-18ºC atau kurang) selama 6 sampai 12 bulan.
  4. Bila ASI perah tidak akan diberikan dalam waktu 72 jam, maka ASI harus dibekukan.
  5. ASI beku dapat dicairkan di lemari pendingin, dapat bertahan 4 jam atau kurang untuk minum berikutnya, selanjutnya ASI dapat disimpan di lemari pendingin selama 24 jam tetapi tidak dapat dibekukan lagi.
  6. ASI beku dapat dicairkan di luar lemari pendingin pada udara terbuka yang cukup hangat atau di dalam wadah berisi air hangat, selanjutnya ASI dapat bertahan 4 jam atau sampai waktu minum berikutnya tetapi tidak dapat dibekukan lagi.
  7. Jangan menggunakan microwave dan memasak ASI untuk mencairkan atau menghangatkan ASI.
  8. Sebelum ASI diberikan kepada bayi, kocoklah ASI dengan perlahan untuk mencampur lemak yang telah mengapung.
  9. ASI perah yang sudah diminum bayi sebaiknya diminum sampai selesai, kemudian sisanya dibuang.

 

Referensi:

  1. World Health Organization, UNICEF. Breastfeeding counselling. A training course. Geneva: WHO. 2009.
  2. Suradi R, Hegar B, Partiwi IGAN dkk. Indonesia Menyusui. Jakarta: Balai Penerbit IDAI. 2010.

 

Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia

 

Disusun oleh: Satgas ASI IDAI

 

Sumber

Air Susu Ibu dan Menyusui

IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA  

REKOMENDASI No.: 002/Rek/PP IDAI/XI/2010

tentang

Air Susu Ibu dan Menyusui

 

  1. Dokter spesialis anak dan tenaga medis merekomendasikan ASI bagi semua bayi yang tidak memiliki kontraindikasi medis serta memberikan edukasi mengenai manfaat ASI dan menyusui.
    • Kontraindikasi medis yang dimaksud mengacu pada Panduan WHO 2009, termuat pada bagian selanjutnya dari rekomendasi ini. Bila terdapat kontraindikasi, maka harus ditelaah lebih lanjut, apakah kontraindikasi tersebut bersifat sementara atau permanen. Bila kontraindikasi hanya bersifat sementara, maka ibu dianjurkan memerah ASI untuk menjagai kesinambungan produksi ASI. Bila menyusui langsung tidak memungkinkan, maka dianjurkan memberikan ASI yang diperah.
    • Keputusan untuk tidak menyusui atau menghentikan menyusui sebelum waktunya didasarkan pada pertimbangan bahwa risiko menyusui  akan lebih membahayakan dibanding manfaat yang akan didapatkan.
  2. ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI tanpa suplementasi makanan maupun minuman lain, baik berupa air putih, jus, ataupun susu selain ASI. Pemberian vitamin, mineral, dan obat-obatan diperbolehkan selama pemberian ASI eksklusif.
  3. Seluruh kebijakan yang memfasilitasi pemberian ASI/menyusui harus didukung. Edukasi orang tua sejak kehamilan merupakan komponen penting penentu keberhasilan menyusui. Dukungan dan semangat dari ayah dapat berperan besar dalam membantu ibu menjalani proses inisiasi dan tahapan menyusui selanjutnya, terutama saat terjadi masalah.
  4. Bayi sehat diletakkan pada dada ibunya agar tercipta kontak kulit ke kulit segera setelah persalinan sampai bayi mendapat ASI pertamanya. Bayi sehat dan siaga mampu melakukan perlekatan tanpa bantuan dalam waktu satu jam pertama setelah melahirkan.
    • Keringkan bayi, nilai skor Apgar, dan lakukan pemeriksaan fisis awal saat bayi sedang kontak dengan ibunya.
    • Prosedur penimbangan, pengukuran, memandikan, pengambilan darah, pemberian suntikan vitamin K, dan profilaksis mata dapat ditunda sampai bayi mendapat ASI pertamanya.
    • Bayi yang terpengaruh oleh obat-obatan ibu mungkin membutuhkan bantuan agar mampu melakukan perlekatan yang efektif.
  5. Suplemen (air, air gula, susu formula, dan cairan lain) tidak diberikan pada bayi kecuali atas permintaan dokter sesuai dengan indikasi medis.
  6. Empeng/dot dihindari pada bayi yang menyusui. Rekomendasi ini tidak melarang penggunaan empeng untuk tujuan nonnutritive sucking, oral training untuk bayi prematur, dan bayi yang membutuhkan perawatan khusus.
  7. Pada minggu-minggu pertama menyusui, bayi disusui sesering kemauan bayi. Ibu menawarkan payudara apabila bayi menunjukkan tanda-tanda lapar seperti terjaga terus, aktif, mouthing, atau rooting.
    • Penempatan ibu dan bayi dalam satu ruangan (rooming-in) sepanjang hari sangat membantu keberhasilan menyusui.
    • Lamanya menyusui tergantung pada kehendak bayi. Payudara diberikan bergantian kanan dan kiri pada awal menyusui, agar kedua payudara mendapat stimulasi yang sama dan mendapat pengeringan yang sama.
    • Pada minggu-minggu pertama, bayi sebaiknya dibangunkan atau dirangsang untuk menyusui maksimum setiap 3 jam.
  8. Evaluasi keberhasilan menyusui selama dirawat dilakukan oleh tenaga kesehatan sekurangnya dua kali sehari.
    • Hal yang dinilai meliputi posisi menyusui, perlekatan, dan transfer susu.
    • Kemajuan dan hambatan dalam proses menyusui selama bayi dirawat dicatat di rekam medis
    • Edukasi ibu untuk mencatat waktu dan durasi setiap kali menyusui, demikian juga dengan produksi urin dan tinja pada minggu-minggu pertama.
    • Setiap masalah yang ditemui segera dicarikan solusinya sebelum ibu dan bayi meninggalkan rumah sakit.
  9. Bayi yang telah pulang dari rumah sakit mendapat pemeriksaan tenaga kesehatan pada usia 3-5 hari.
    • Dilakukan penilaian bayi yang mencakup pemeriksaan fisis, terutama untuk mendeteksi ikterus (kuning) dan status hidrasi, pola berkemih dan defekasi, begitu pula masalah payudara (nyeri, pembengkakan).
    • Teknik menyusui juga harus dinilai, meliputi posisi, perlekatan, dan transfer susu. Penurunan berat badan lebih dari 7% berat lahir mengindikasikan kemungkinan masalah menyusui dan harus dievaluasi lebih lanjut.
  10. Bayi yang mendapat ASI diperiksa kesehatannya kembali pada usia 2-3 minggu agar dapat dipantau pertambahan berat badan dan memberikan dukungan pada periode awal menyusui ini.
  11. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama cukup untuk mencapai tumbuh kembang optimal.
  12. Makanan pendamping ASI kaya besi diberikan secara bertahap mulai usia 6 bulan. Bayi prematur, bayi dengan berat lahir rendah, dan bayi yang memiliki kelainan hematologi tidak memiliki cadangan besi adekuat pada saat lahir umumnya membutuhkan suplementasi besi sebelum usia 6 bulan, yang dapat diberikan bersama dengan ASI eksklusif.
  13. Kebutuhan dan perilaku makan setiap bayi adalah unik.
    • Pengenalan makanan pendamping sebelum usia 6 bulan tidak meningkatkan asupan kalori maupun kecepatan pertumbuhan berat badan.
    • Selama 6 bulan pertama, bayi yang mendapat ASI tidak membutuhkan air putih maupun jus buah, bahkan dalam cuaca panas sekalipun. Pemberikan minuman atau makanan selain ASI berisiko mengandung kontaminan atau alergen.
    • Pemanjangan durasi menyusui bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan dan perkembangan bayi.
    • Bayi yang telah disapih sebelum usia 12 bulan tidak menerima susu sapi, tetapi harus mendapat formula bayi yang difortifikasi zat besi.
  14. Semua bayi yang mendapat ASI mendapat injeksi vitamin K1 1 mg yang  diberikan setelah mendapat ASI pertamanya dalam kurun waktu 6 jam setelah lahir. Bila tidak tersedia vitamin K1 injeksi, maka dapat diberikan vitamin K1 oral namun diulang dalam kurun waktu 4 bulan.
  15. Ibu dan bayi baru lahir berada dalam satu ruangan dan bayi berada dalam jangkauan ibu selama 24 jam untuk memfasilitasi menyusui.
  16. Bila ibu atau bayi dirawat di rumah sakit, diusahakan untuk menjaga kesinambungan ASI, baik dengan menyusui langsung atau memberikan ASI yang diperah.
  17. Durasi pemberian ASI eksklusif yang dianjurkan adalah selama enam bulan pertama kehidupan untuk mencapat tumbuh kembang optimal. Setelah enam bulan, bayi mendapat makanan pendamping yang adekuat sedangkan ASI dilanjutkan sampai usia 24 bulan.
  18. Bayi risiko tinggi :
    • Pemberian ASI direkomendasikan untuk bayi prematur dan bayi risiko tinggi lain, baik secara langsung maupun pemberian ASI perah. Dukungan dan edukasi untuk ibu mengenai menyusui dan teknik memerah ASI diberikan sedini mungkin.
    • Kontak kulit ke kulit dan menyusui langsung dimulai sedini mungkin.
    • Sebagian besar bayi dengan berat lahir sangat rendah terindikasi mendapat ASI yang difortifikasi. Di negara maju terdapat bank ASI. Air susu ibu yang berasal dari bank ASI telah memenuhi persyaratan dan berasal dari donor yang telah diksrining. ASI segar dari donor yang belum diskrining tidak dianjurkan karena risiko transmisi kuman.
    • Kewaspadaan diperhatikan untuk bayi dengan defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) karena rentan terhadap hemolisis, hiperbilirubinemia, dan kernikterus. Ibu yang menyusui bayi dengan defisiensi atau tersangka defisiensi G6PD harus menghindari obat yang dapat menginduksi hemolisis.
  19. Keadaan  bencana dan situasi darurat :
    • Air Susu Ibu (ASI) dengan daya perlindungan yang dimilikinya menjadi sangat penting pada keadaan bencana atau situasi darurat.
    • Dalam situasi bencana, bayi yang tidak disusui mempunyai risiko tinggi terkena penyakit, karena kurangnya air dan sanitasi, terhentinya persediaan makanan, tempat tinggal yang tidak memadai, serta tidak adanya fasilitas untuk memasak. Selain itu, tidak adanya dukungan dan pengetahuan tentang bagaimana cara pemberian makan pada bayi dan anak dalam keadaan darurat, ikut berkontribusi meningkatkan risiko timbulnya penyakit.
    • Pemberian susu formula pada keadaan bencana perlu memperhatikan beberapa hal :
      1. Pemberian susu formula dibawah pengawasan dan pemantauan tenaga kesehatan terlatih.
      2. Susu formula diberikan kepada bayi piatu dan bayi yang ibunya tidak lagi dapat menyusui
      3. Telah dilakukan penilaian terhadap status menyusui ibu dan relaktasi tidak memungkinkan.
      4. Ibu atau pengasuh bayi perlu diberi informasi memadai tentang cara penyajian susu formula yang aman dan pemberian makan bayi yang tepat.
      5. Ada petunjuk yang jelas tentang cara penyajian susu formula dalam bahasa yang dimengerti oleh masyarakat setempat dengan masa kadaluwarsa minimal 1 tahun.
      6. Susu kental manis dan susu cair tidak boleh diberikan kepada bayi berumur kurang dari 12 bulan.
      7. Menggunakan air dan alat yang bersih untuk menyiapkan susu dan menyimpannya (bila sulit menyiapkan air bersih karena terbatasnya bahan bakar, dapat menggunakan air dalam kemasan).
      8. Sediakan alat untuk menakar air dan susu bubuk
      9. Promosi menyusui secara terus menerus untuk agar ibu yang masih dapat menyusui tidak memberikan susu formula.
    • Industri susu formula tidak diperbolehkan mempromosikan produknya.

 

 

Referensi :

  1. Lucas A, Prewett RB, Mitchell MD. Breastfeeding and plasma oxytocin concentrations. Br Med J. 1980;281:834-5.
  2. Beral V. Breast cancer and breastfeeding: collaborative reanalysis of individual data from 47 epidemiological studies in 30 countries, including 50302 woman with breast cancer and 96973 woman without the disease. Lancet. 2002;360:187-95.
  3. Saadeh R, Benbouzid D. Breastfeeding and child spacing: importance of information collection to public health policy. Bull World Health Organ. 1990;68:625-31.
  4. Popkin BM, Adair L, Akin JS, Black R. Breastfeeding and diarrheal morbidity. Pediatrics. 1990;86:874-82.
  5. Howie PW, Forsyth JS, Ogston SA, Clark A, Florey CV. Protective effect of breastfeeding against infection. BMJ. 1990;300:11-6.
  6. Scariati PD, Grummer-Strawn LM, Fein SB. A longitudinal analysis of infant morbidity and the extent of breastfeeding in the United States. Pediatrics. 1997;99:e5.
  7. Kramer MS, Chalmers B, Hodnett ED, Sevkovskaya Z, Dzikovich I, Shapiro S, et al. Promotion of breastfeeding intervention trial (PROBIT). JAMA. 2001;285:413-20.
  8. Cesar JA, Victora CG, Barros FC, Santos IS, Flores JA. Impact of breastfeeding on admission for pneumonia during postneonatal period in Brazil: nested case-control. BMJ. 1999;318:1316-20.
  9. Chantry CJ, Howard CR, Auinger P. Full breastfeeding duration and associated decrease in respiratory tract infection in US children. Pediatrics. 2006;117:425-32.
  10. Aniansson G, Alm B, Andersson B, Hakansson A. A prospective coherent study on breasfeeding and otitis media in Swedish infants. Pediatr Inf Dis J. 1994;13:183-8.
  11. Norris JM, Scott FN. A meta-analysis of infant diet and insulin-dependent diabetes mellitus: do biases play a role? Epidemiology. 1996;7:87-92.
  12. WHO collaborative study team on the role of breastfeeding in the prevention of infant mortality. Effect of breastfeeding of infant and child mortality due to infections disease in less developed countries: a pooled analysis. Lancet. 2000;355:451-5.
  13. Bahl R, Frost C, Kirkwood BR, Edmund K, Martinez J, Bhandari K. Infant feeding patterns and risks of death and hospitalization in the first half of infancy: multicentre cohort study. Bull World Health Organ. 2005;83:418-26.
  14. Kull I, Wickman M, Lilja G, Nordvall SL, Pershagen G. Breastfeeding and allergic diseases in infants – a prospective birth cohort study. Arch Dis Child. 2002;87:478-81.\
  15. Von Kries R, Koletzko B, Sauerwald T, von Mutius E, Barnert D, Grunert V, et al. Breastfeeding and obesity: cross sectional study. BMJ. 1999;319:147-50.
  16. Gillman MW, RIfas-Shiman SL, Camargo Jr CA. Risk of overweight among adolescents who were breastfed as infants. JAMA. 2001;285:2461-7.
  17. Kramer MS, Aboud F, Miranova F, Vanilovich I, Platt RW, Matush L, et al. Breastfeeding and child cognitive development. New evidence from a large randomized trial. Arch Gen Psychiatry. 2008;65:578-84.
  18. Mortensen EL, Michaelsen KF, Sanders SA, Reinisch JM. The association between duration of breastfeeding and adult intelligence. JAMA. 2002;287:2365-71.\
  19. World Health Organization, UNICEF, and Wellstart International. Baby-friendly hospital initiative : revised, updated and expanded for integrated care. Section 2. Strengthening and sustaining the baby-friendly hospital initiative: a course for decisionmakers. WHO and UNICEF. 2009. Geneva.
  20. American Academy of Pediactrics, Section on Breastfeeding. Breastfeeding and the use of human milk. Pediatrics. 2005;115:496-506.
  21. World Health Organization. Acceptable medical reasons for use of breastmilk substitutes. WHO. 2009. Geneva.

 

Jakarta, 2 November 2010

Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia

 

Ketua Umum

Dr. Badriul Hegar, PhD, Sp.A(K)

 

Sekretaris Umum

Dr. Sudung O. Pardede, Sp.A(K)

 

Disusun oleh: Satgas ASI IDAI

 

 

Sumber

WAO White Book on Allergy

White Book on Allergy

Untuk materi bisa diakses pada alamat www.idaijogja.or.id/artikel-ilmiah.

Akses artikel harus memasukkan username dan password.
Contoh: NPA:01 38877 2012 11
Username: 38877
Password: 00000
Password bisa diganti setelah login.

Final Announcement WWA 8 2016

2ND ANNOUNCEMENT WWA - a 2ND ANNOUNCEMENT WWA - b