Memerah dan Menyimpan Air Susu Ibu (ASI)

IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA

REKOMENDASI

No.: 006/Rek/PP IDAI/V/2014

tentang

Memerah dan Menyimpan Air Susu Ibu (ASI)

 

A. Memerah Air Susu Ibu (ASI)

  1. Memerah ASI diperlukan untuk merangsang pengeluaran ASI pada keadaan payudara sangat bengkak, puting sangat lecet, dan pada bayi yang tidak dapat diberikan minum.
  2. ASI diperah bila ibu tidak bersama bayi saat waktu minum bayi.
  3. Untuk meningkatkan produksi ASI, payudara dikompres dengan air hangat dan dipijat dengan lembut sebelum memerah ASI.
  4. Memerah yang dilakukan secara rutin dapat meningkatkan produksi ASI
  5. Bila ASI akan diperah secara rutin, dianjurkan menggunakan kantong plastik yang didisain untuk menyimpan ASI, yang pada ujungnya terdapat perekat untuk menutupnya. Kumpulan kantong plastik kecil tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik besar agar terlindung dan terhindar dari robek/ lubang. Pada setiap kantong plastik harus diberi label tanggal dan waktu memerah.

 

B. Cara memerah ASI dengan tangan

  1. Gunakan wadah yang terbuat dari plastik atau bahan metal untuk menampung ASI.
  2. Cuci tangan terlebih dahulu dan duduk dengan sedikit mencondongkan badan ke depan.
  3. Payudara dipijat dengan lembut dari dasar payudara ke arah puting susu.
  4. Rangsang puting susu dengan ibu jari dan jari telunjuk anda.
  5. Letakkan ibu jari di bagian atas sebelah luar areola (pada jam 12) dan jari telunjuk serta jari tengah di bagian bawah areola (pada jam 6).
  6. Tekan jari-jari ke arah dada, kemudian pencet dan tekan payudara di antara jari-jari, lalu lepaskan, dorong ke arah puting seperti mengikuti gerakan mengisap bayi. Ulangi hal ini berulang-ulang.
  7. Hindari menarik atau memeras terlalu keras. Bersabarlah, mungkin pada awalnya akan memakan waktu yang agak lama.
  8. Ketika ASI mengalir lambat, gerakkan jari di sekitar areola dan berpindah-pindah tempat, kemudian mulai memerah lagi.
  9. Ulangi prosedur ini sampai payudara menjadi lembek dan kosong.
  10. Menggunakan kompres hangat atau mandi dengan air hangat sebelum memerah ASI akan membantu pengeluaran ASI.

C. Menyimpan ASI

  1. ASI perah disimpan dalam lemari pendingin atau menggunakan portable cooler bag
  2. Untuk tempat penyimpanan ASI, berikan sedikit ruangan pada bagian atas wadah penyimpanan karena seperti kebanyakan cairan lain, ASI akan mengembang bila dibekukan.
  3. ASI perah segar dapat disimpan dalam tempat/wadah tertutup selama 6-8 jam pada suhu ruangan (26ºC atau kurang). Jika lemari pendingin (4ºC atau kurang) tersedia, ASI dapat disimpan di bagian yang paling dingin selama 3-5 hari, di freezer satu pintu selama 2 minggu, di freezer dua pintu selama 3 bulan dan di dalam deep freezer (-18ºC atau kurang) selama 6 sampai 12 bulan.
  4. Bila ASI perah tidak akan diberikan dalam waktu 72 jam, maka ASI harus dibekukan.
  5. ASI beku dapat dicairkan di lemari pendingin, dapat bertahan 4 jam atau kurang untuk minum berikutnya, selanjutnya ASI dapat disimpan di lemari pendingin selama 24 jam tetapi tidak dapat dibekukan lagi.
  6. ASI beku dapat dicairkan di luar lemari pendingin pada udara terbuka yang cukup hangat atau di dalam wadah berisi air hangat, selanjutnya ASI dapat bertahan 4 jam atau sampai waktu minum berikutnya tetapi tidak dapat dibekukan lagi.
  7. Jangan menggunakan microwave dan memasak ASI untuk mencairkan atau menghangatkan ASI.
  8. Sebelum ASI diberikan kepada bayi, kocoklah ASI dengan perlahan untuk mencampur lemak yang telah mengapung.
  9. ASI perah yang sudah diminum bayi sebaiknya diminum sampai selesai, kemudian sisanya dibuang.

 

Referensi:

  1. World Health Organization, UNICEF. Breastfeeding counselling. A training course. Geneva: WHO. 2009.
  2. Suradi R, Hegar B, Partiwi IGAN dkk. Indonesia Menyusui. Jakarta: Balai Penerbit IDAI. 2010.

 

Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia

 

Disusun oleh: Satgas ASI IDAI

 

Sumber

Air Susu Ibu dan Menyusui

IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA  

REKOMENDASI No.: 002/Rek/PP IDAI/XI/2010

tentang

Air Susu Ibu dan Menyusui

 

  1. Dokter spesialis anak dan tenaga medis merekomendasikan ASI bagi semua bayi yang tidak memiliki kontraindikasi medis serta memberikan edukasi mengenai manfaat ASI dan menyusui.
    • Kontraindikasi medis yang dimaksud mengacu pada Panduan WHO 2009, termuat pada bagian selanjutnya dari rekomendasi ini. Bila terdapat kontraindikasi, maka harus ditelaah lebih lanjut, apakah kontraindikasi tersebut bersifat sementara atau permanen. Bila kontraindikasi hanya bersifat sementara, maka ibu dianjurkan memerah ASI untuk menjagai kesinambungan produksi ASI. Bila menyusui langsung tidak memungkinkan, maka dianjurkan memberikan ASI yang diperah.
    • Keputusan untuk tidak menyusui atau menghentikan menyusui sebelum waktunya didasarkan pada pertimbangan bahwa risiko menyusui  akan lebih membahayakan dibanding manfaat yang akan didapatkan.
  2. ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI tanpa suplementasi makanan maupun minuman lain, baik berupa air putih, jus, ataupun susu selain ASI. Pemberian vitamin, mineral, dan obat-obatan diperbolehkan selama pemberian ASI eksklusif.
  3. Seluruh kebijakan yang memfasilitasi pemberian ASI/menyusui harus didukung. Edukasi orang tua sejak kehamilan merupakan komponen penting penentu keberhasilan menyusui. Dukungan dan semangat dari ayah dapat berperan besar dalam membantu ibu menjalani proses inisiasi dan tahapan menyusui selanjutnya, terutama saat terjadi masalah.
  4. Bayi sehat diletakkan pada dada ibunya agar tercipta kontak kulit ke kulit segera setelah persalinan sampai bayi mendapat ASI pertamanya. Bayi sehat dan siaga mampu melakukan perlekatan tanpa bantuan dalam waktu satu jam pertama setelah melahirkan.
    • Keringkan bayi, nilai skor Apgar, dan lakukan pemeriksaan fisis awal saat bayi sedang kontak dengan ibunya.
    • Prosedur penimbangan, pengukuran, memandikan, pengambilan darah, pemberian suntikan vitamin K, dan profilaksis mata dapat ditunda sampai bayi mendapat ASI pertamanya.
    • Bayi yang terpengaruh oleh obat-obatan ibu mungkin membutuhkan bantuan agar mampu melakukan perlekatan yang efektif.
  5. Suplemen (air, air gula, susu formula, dan cairan lain) tidak diberikan pada bayi kecuali atas permintaan dokter sesuai dengan indikasi medis.
  6. Empeng/dot dihindari pada bayi yang menyusui. Rekomendasi ini tidak melarang penggunaan empeng untuk tujuan nonnutritive sucking, oral training untuk bayi prematur, dan bayi yang membutuhkan perawatan khusus.
  7. Pada minggu-minggu pertama menyusui, bayi disusui sesering kemauan bayi. Ibu menawarkan payudara apabila bayi menunjukkan tanda-tanda lapar seperti terjaga terus, aktif, mouthing, atau rooting.
    • Penempatan ibu dan bayi dalam satu ruangan (rooming-in) sepanjang hari sangat membantu keberhasilan menyusui.
    • Lamanya menyusui tergantung pada kehendak bayi. Payudara diberikan bergantian kanan dan kiri pada awal menyusui, agar kedua payudara mendapat stimulasi yang sama dan mendapat pengeringan yang sama.
    • Pada minggu-minggu pertama, bayi sebaiknya dibangunkan atau dirangsang untuk menyusui maksimum setiap 3 jam.
  8. Evaluasi keberhasilan menyusui selama dirawat dilakukan oleh tenaga kesehatan sekurangnya dua kali sehari.
    • Hal yang dinilai meliputi posisi menyusui, perlekatan, dan transfer susu.
    • Kemajuan dan hambatan dalam proses menyusui selama bayi dirawat dicatat di rekam medis
    • Edukasi ibu untuk mencatat waktu dan durasi setiap kali menyusui, demikian juga dengan produksi urin dan tinja pada minggu-minggu pertama.
    • Setiap masalah yang ditemui segera dicarikan solusinya sebelum ibu dan bayi meninggalkan rumah sakit.
  9. Bayi yang telah pulang dari rumah sakit mendapat pemeriksaan tenaga kesehatan pada usia 3-5 hari.
    • Dilakukan penilaian bayi yang mencakup pemeriksaan fisis, terutama untuk mendeteksi ikterus (kuning) dan status hidrasi, pola berkemih dan defekasi, begitu pula masalah payudara (nyeri, pembengkakan).
    • Teknik menyusui juga harus dinilai, meliputi posisi, perlekatan, dan transfer susu. Penurunan berat badan lebih dari 7% berat lahir mengindikasikan kemungkinan masalah menyusui dan harus dievaluasi lebih lanjut.
  10. Bayi yang mendapat ASI diperiksa kesehatannya kembali pada usia 2-3 minggu agar dapat dipantau pertambahan berat badan dan memberikan dukungan pada periode awal menyusui ini.
  11. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama cukup untuk mencapai tumbuh kembang optimal.
  12. Makanan pendamping ASI kaya besi diberikan secara bertahap mulai usia 6 bulan. Bayi prematur, bayi dengan berat lahir rendah, dan bayi yang memiliki kelainan hematologi tidak memiliki cadangan besi adekuat pada saat lahir umumnya membutuhkan suplementasi besi sebelum usia 6 bulan, yang dapat diberikan bersama dengan ASI eksklusif.
  13. Kebutuhan dan perilaku makan setiap bayi adalah unik.
    • Pengenalan makanan pendamping sebelum usia 6 bulan tidak meningkatkan asupan kalori maupun kecepatan pertumbuhan berat badan.
    • Selama 6 bulan pertama, bayi yang mendapat ASI tidak membutuhkan air putih maupun jus buah, bahkan dalam cuaca panas sekalipun. Pemberikan minuman atau makanan selain ASI berisiko mengandung kontaminan atau alergen.
    • Pemanjangan durasi menyusui bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan dan perkembangan bayi.
    • Bayi yang telah disapih sebelum usia 12 bulan tidak menerima susu sapi, tetapi harus mendapat formula bayi yang difortifikasi zat besi.
  14. Semua bayi yang mendapat ASI mendapat injeksi vitamin K1 1 mg yang  diberikan setelah mendapat ASI pertamanya dalam kurun waktu 6 jam setelah lahir. Bila tidak tersedia vitamin K1 injeksi, maka dapat diberikan vitamin K1 oral namun diulang dalam kurun waktu 4 bulan.
  15. Ibu dan bayi baru lahir berada dalam satu ruangan dan bayi berada dalam jangkauan ibu selama 24 jam untuk memfasilitasi menyusui.
  16. Bila ibu atau bayi dirawat di rumah sakit, diusahakan untuk menjaga kesinambungan ASI, baik dengan menyusui langsung atau memberikan ASI yang diperah.
  17. Durasi pemberian ASI eksklusif yang dianjurkan adalah selama enam bulan pertama kehidupan untuk mencapat tumbuh kembang optimal. Setelah enam bulan, bayi mendapat makanan pendamping yang adekuat sedangkan ASI dilanjutkan sampai usia 24 bulan.
  18. Bayi risiko tinggi :
    • Pemberian ASI direkomendasikan untuk bayi prematur dan bayi risiko tinggi lain, baik secara langsung maupun pemberian ASI perah. Dukungan dan edukasi untuk ibu mengenai menyusui dan teknik memerah ASI diberikan sedini mungkin.
    • Kontak kulit ke kulit dan menyusui langsung dimulai sedini mungkin.
    • Sebagian besar bayi dengan berat lahir sangat rendah terindikasi mendapat ASI yang difortifikasi. Di negara maju terdapat bank ASI. Air susu ibu yang berasal dari bank ASI telah memenuhi persyaratan dan berasal dari donor yang telah diksrining. ASI segar dari donor yang belum diskrining tidak dianjurkan karena risiko transmisi kuman.
    • Kewaspadaan diperhatikan untuk bayi dengan defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) karena rentan terhadap hemolisis, hiperbilirubinemia, dan kernikterus. Ibu yang menyusui bayi dengan defisiensi atau tersangka defisiensi G6PD harus menghindari obat yang dapat menginduksi hemolisis.
  19. Keadaan  bencana dan situasi darurat :
    • Air Susu Ibu (ASI) dengan daya perlindungan yang dimilikinya menjadi sangat penting pada keadaan bencana atau situasi darurat.
    • Dalam situasi bencana, bayi yang tidak disusui mempunyai risiko tinggi terkena penyakit, karena kurangnya air dan sanitasi, terhentinya persediaan makanan, tempat tinggal yang tidak memadai, serta tidak adanya fasilitas untuk memasak. Selain itu, tidak adanya dukungan dan pengetahuan tentang bagaimana cara pemberian makan pada bayi dan anak dalam keadaan darurat, ikut berkontribusi meningkatkan risiko timbulnya penyakit.
    • Pemberian susu formula pada keadaan bencana perlu memperhatikan beberapa hal :
      1. Pemberian susu formula dibawah pengawasan dan pemantauan tenaga kesehatan terlatih.
      2. Susu formula diberikan kepada bayi piatu dan bayi yang ibunya tidak lagi dapat menyusui
      3. Telah dilakukan penilaian terhadap status menyusui ibu dan relaktasi tidak memungkinkan.
      4. Ibu atau pengasuh bayi perlu diberi informasi memadai tentang cara penyajian susu formula yang aman dan pemberian makan bayi yang tepat.
      5. Ada petunjuk yang jelas tentang cara penyajian susu formula dalam bahasa yang dimengerti oleh masyarakat setempat dengan masa kadaluwarsa minimal 1 tahun.
      6. Susu kental manis dan susu cair tidak boleh diberikan kepada bayi berumur kurang dari 12 bulan.
      7. Menggunakan air dan alat yang bersih untuk menyiapkan susu dan menyimpannya (bila sulit menyiapkan air bersih karena terbatasnya bahan bakar, dapat menggunakan air dalam kemasan).
      8. Sediakan alat untuk menakar air dan susu bubuk
      9. Promosi menyusui secara terus menerus untuk agar ibu yang masih dapat menyusui tidak memberikan susu formula.
    • Industri susu formula tidak diperbolehkan mempromosikan produknya.

 

 

Referensi :

  1. Lucas A, Prewett RB, Mitchell MD. Breastfeeding and plasma oxytocin concentrations. Br Med J. 1980;281:834-5.
  2. Beral V. Breast cancer and breastfeeding: collaborative reanalysis of individual data from 47 epidemiological studies in 30 countries, including 50302 woman with breast cancer and 96973 woman without the disease. Lancet. 2002;360:187-95.
  3. Saadeh R, Benbouzid D. Breastfeeding and child spacing: importance of information collection to public health policy. Bull World Health Organ. 1990;68:625-31.
  4. Popkin BM, Adair L, Akin JS, Black R. Breastfeeding and diarrheal morbidity. Pediatrics. 1990;86:874-82.
  5. Howie PW, Forsyth JS, Ogston SA, Clark A, Florey CV. Protective effect of breastfeeding against infection. BMJ. 1990;300:11-6.
  6. Scariati PD, Grummer-Strawn LM, Fein SB. A longitudinal analysis of infant morbidity and the extent of breastfeeding in the United States. Pediatrics. 1997;99:e5.
  7. Kramer MS, Chalmers B, Hodnett ED, Sevkovskaya Z, Dzikovich I, Shapiro S, et al. Promotion of breastfeeding intervention trial (PROBIT). JAMA. 2001;285:413-20.
  8. Cesar JA, Victora CG, Barros FC, Santos IS, Flores JA. Impact of breastfeeding on admission for pneumonia during postneonatal period in Brazil: nested case-control. BMJ. 1999;318:1316-20.
  9. Chantry CJ, Howard CR, Auinger P. Full breastfeeding duration and associated decrease in respiratory tract infection in US children. Pediatrics. 2006;117:425-32.
  10. Aniansson G, Alm B, Andersson B, Hakansson A. A prospective coherent study on breasfeeding and otitis media in Swedish infants. Pediatr Inf Dis J. 1994;13:183-8.
  11. Norris JM, Scott FN. A meta-analysis of infant diet and insulin-dependent diabetes mellitus: do biases play a role? Epidemiology. 1996;7:87-92.
  12. WHO collaborative study team on the role of breastfeeding in the prevention of infant mortality. Effect of breastfeeding of infant and child mortality due to infections disease in less developed countries: a pooled analysis. Lancet. 2000;355:451-5.
  13. Bahl R, Frost C, Kirkwood BR, Edmund K, Martinez J, Bhandari K. Infant feeding patterns and risks of death and hospitalization in the first half of infancy: multicentre cohort study. Bull World Health Organ. 2005;83:418-26.
  14. Kull I, Wickman M, Lilja G, Nordvall SL, Pershagen G. Breastfeeding and allergic diseases in infants – a prospective birth cohort study. Arch Dis Child. 2002;87:478-81.\
  15. Von Kries R, Koletzko B, Sauerwald T, von Mutius E, Barnert D, Grunert V, et al. Breastfeeding and obesity: cross sectional study. BMJ. 1999;319:147-50.
  16. Gillman MW, RIfas-Shiman SL, Camargo Jr CA. Risk of overweight among adolescents who were breastfed as infants. JAMA. 2001;285:2461-7.
  17. Kramer MS, Aboud F, Miranova F, Vanilovich I, Platt RW, Matush L, et al. Breastfeeding and child cognitive development. New evidence from a large randomized trial. Arch Gen Psychiatry. 2008;65:578-84.
  18. Mortensen EL, Michaelsen KF, Sanders SA, Reinisch JM. The association between duration of breastfeeding and adult intelligence. JAMA. 2002;287:2365-71.\
  19. World Health Organization, UNICEF, and Wellstart International. Baby-friendly hospital initiative : revised, updated and expanded for integrated care. Section 2. Strengthening and sustaining the baby-friendly hospital initiative: a course for decisionmakers. WHO and UNICEF. 2009. Geneva.
  20. American Academy of Pediactrics, Section on Breastfeeding. Breastfeeding and the use of human milk. Pediatrics. 2005;115:496-506.
  21. World Health Organization. Acceptable medical reasons for use of breastmilk substitutes. WHO. 2009. Geneva.

 

Jakarta, 2 November 2010

Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia

 

Ketua Umum

Dr. Badriul Hegar, PhD, Sp.A(K)

 

Sekretaris Umum

Dr. Sudung O. Pardede, Sp.A(K)

 

Disusun oleh: Satgas ASI IDAI

 

 

Sumber

Menyusui: Kunci Mother-Infant Bonding

Mother-Infant-Bonding-352x305Tidak perlu diragukan lagi, menyusui telah terbukti memberikan sejuta efek positif bagi si kecil. Menyusui sangat penting dalam memenuhi kebutuhan nutrisi si kecil, membentuk kekebalan tubuhya, meningkatkan kemampuan kognitif dan prestasi di sekolah. Namun, menyusui tidak semata-mata hanya memberikan ASI, tetapi juga membentuk suatu proses yang penting, yaitu mother-infant bonding.

Bonding, Mengapa Penting?

Mother-infant bonding (ikatan ibu-anak) merupakan pembentukan hubungan timbal balik secara emosional antara ibu dan si kecil. John Bowlby dengan teorinya yang terkenal mengenai attachment behavior (tingkah laku karena kedekatan) mengatakan bahwa perilaku yang menyebabkan seseorang dekat dengan individu tertentu secara mencolok ditemui pada periode awal kehidupan, terutama pada 9 bulan pertama hingga usia 3 tahun. Di sinilah pembentukan karakter seorang anak berawal. Apabila terjadi gangguan pada proses attachment pada waktu kritis ini, sangat mungkin pada saat dewasa timbul berbagai gangguan tingkah laku, seperti agresif, depresi dan gangguan emosi lainnya.

Mother-infant bonding sebaiknya dilakukan sesegera dan semaksimal mungkin setelah bayi Anda lahir. Mengapa demikian? Terdapat suatu hipotesa yang menyatakan bahwa setelah melahirkan, kandungan hormon oksitosin (hormon penting dalam proses menyusui) pada ibu sangat tinggi dan memicu timbulnya perasaan dan perilaku sayang kepada bayinya. Klaus dan Kennell dalam penelitiannya membandingkan bonding antara ibu yang diberi waktu kontak minimal 16 jam bersama bayinya setelah lahir dengan ibu yang hanya melihat bayinya sebentar setelah lahir, dan menyusui maksimal 3 jam per hari. Hasilnya adalah bonding yang terbentuk antara ibu dan bayi yang diberi waktu lebih untuk berinteraksi segera setelah lahir bersifat lebih kuat dan intens. Hal ini dikarenakan pada golongan ini, para ibu lebih merasa ‘memiliki’, sensitif dan responsif terhadap kebutuhan bayinya. Mereka lebih sigap saat bayinya menangis dan cenderung melakukan banyak kontak mata pada saat menyusui.

Rahasia di Balik Menyusui  

“Breastfeeding isn’t just about milk, it is also about love.” Menyusui tidak hanya semata-mata memberikan ASI saja, tetapi juga membentuk ikatan sayang antara Anda dan si kecil. Suatu studi yang dipublikasikan di Pediatrics mengatakan bahwa ibu yang menyusui langsung lebih sensitif terhadap isyarat bayinya dibandingkan dengan ibu yang menggunakan botol. Ibu yang menyusui juga cenderung lebih sering menyentuh, membelai dan menatap bayinya lebih lama, sehingga secara signifikan mempengaruhi proses bonding. Proses menyusui juga menekan tingkat stres pada ibu. Ketika bayi mengulum puting ibu, otak merangsang pembentukan hormon oksitosin. Hormon ini meningkatkan aktivitas saraf parasimpatis (suatu sistem saraf manusia) yang mengakibatkan penurunan tekanan darah dan denyut jantung, serta mengurangi efek cemas pada ibu.

Proses bonding saat menyusui tidak terlepas juga dari proses skin-to-skin contact.International Childbirth Education Association (ICEA) mengemukakan bahwa kontak kulit ke kulit ini membantu agar bayi yang mendapat kontak kulit ke kulit juga lebih mudah ditenangkan bila menangis dan cenderung lebih nyenyak dan tenang pada saat tidur. Sang ibu tentunya memperoleh manfaat yang penting dari hal ini, yaitu mempunyai jadwal tidur yang lebih baik sesuai dengan jadwal tidur bayi dan menumbuhkan rasa cinta terhadap bayinya. Manfaat lain kontak kulit ke kulit adalah menjaga kestabilan suhu bayi dan mencegah hipotermi (penurunan suhu tubuh). Proses ini juga mengurangi angka kejadian apnea (henti napas) pada bayi, penurunan berat badan lahir yang tajam, dan mengurangi stres pada saat dilakukan tindakan medis yang menyakitkan.

Semakin lama ibu menyusui, semakin sering juga kontak kulit ke kulit dilakukan. Hal ini menimbulkan efek positif pada masa perkembangan selanjutnya, yaitu mempercepat perkembangan lingual, sosial, motorik kasar dan halus pada usia 1 tahun. Anak juga lebih mudah untuk dilatih toilet training dan memiliki kontrol emosional dan kognitif yang lebih baik. Ibu juga menjadi lebih suportif terhadap bayinya.

ASI memang merupakan nutrisi terbaik untuk bayi di awal kehidupan mereka. Proses menyusui atau skin-to-skin contact melengkapi kebaikan cairan hidup itu. Ibu bekerja sering kali gagal melakukan proses menyusui karena mereka sering hanya berfokus pada ASI saja, padahal proses menyusui tidak kalah pentingnya. Ingatlah selalu, proses menyusui memberikan tiga manfaat: memberinutrisi terbaik, kekebalan, dan attachment atau stimulasi pada bayi. 

Telah dipaparkan begitu banyak manfaat menyusui bagi Anda dan buah hati. Jadi…. masih ragukah Anda untuk menyusui?

 

Referensi:

  1. Britton JR, Britton JH, Gronwaldt V 2006. Breastfeeding, Sensitivity, and Attachment. Pediatrics, 118 No. 5: hal 1436 -43
  2. Spinner MR 1978. Maternal-Infant Bonding. Can Fam Physician, 24: hal 1151-3
  3. Else-Quest NM, Hyde JS & Clark R 2003. Merrill-Palmer Quarterly, 49 No. 4: hal 495-517
  4. International Childbirth Education Association (ICEA) 2006. Skin to Skin Contact. Dilihat pada 23 Juni 2014 di

http://icea.org/sites/default/files/Skin%20to%20Skin%20Contact%20PP-FINAL.pdf

Penulis: Jennie Dianita S.

Editor: I.G.A.N Partiwi (Ikatan Dokter Anak Indonesia)